Dana Otsus Aceh Dipotong, Rafli Surati Presiden

  • Whatsapp

Anggota DPR RI Asal Aceh, Rafli.(BEDAHNEWS.com/ Mahdi).

Wartawan: Mahdi

Muat Lebih

BANDA ACEH, BEDAHNEWS.com – Menanggapi dinamika terpangkasnya Dana Ontonomi Khusus Aceh (DOKA), anggota DPR RI Asal Aceh, Rafli mengambil langkah konstruktif dengan mensyurati Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Berdasarkan surat yang ia tanda tangani resmi pada Jum’at 08 Mei 2020, Rafli paparkan isi sebagai berikut :

1. Bahwa Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN tahun anggaran 2020.

2. Bahwa Keputusan Presiden nomor 12 tahun 2020 tentang penetapan bencana non – alam penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional.

3. Bahwa Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan nomor 119/2813/SJ dan nomor 117/KMK.07/2020 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2020 dalam rangka penanganan Covid – 19 serta pengamanan daya beli masyarakat dan perekonomian nasional.

4. Bahwa dengan dikeluarkan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2020 yang telah mengurangi penerimaan Dana Otonomi Khusus Bagi Aceh (DOKA) yang semula berjumlah Rp. 8,374 Triliun menjadi Rp. 7,555 Triliun, dengan demikian telah terjadi pemangkasan terhadap Dana Otonomi Khusus Bagi Aceh ( DOKA ) sejumlah 9,78 % atau dalam angka Rp. 819 Miliar.

Sebagaimana dengan dinamika tersebut maka untuk itu kami atas nama anggota Legislator DPR RI Perwakilan Aceh, dapat kiranya menyampaikan paradigma konstruktif sebagai berikut ini;

1. Bahwa Pasal 183 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 Pemerintahan Aceh yaitu Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (2) huruf c, merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan;

2. Bahwa Pasal 183 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 Pemerintahan Aceh yaitu Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan 1% (satu persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional.

3. Bahwa pada tahun 2019 Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh menyatakan provinsi paling barat Indonesia tersebut masih menempati urutan pertama daerah termiskin di Sumatra, dan berada di posisi ke enam Provinsi termiskin secara nasional yaitu Pada September 2019, jumlah penduduk miskin di Aceh mencapai 810 ribu orang atau 15,01 persen, atau berkurang 9 ribu orang dibandingkan pada Maret 2019 yang mencapai 819 ribu orang atau 15,32 persen.

4. Bahwa pada tanggal 22 Februari 2020 pada Acara Kenduri Kebangsaan di Bireun Presiden Jokowi bahwa Provinsi Aceh harus focus pada pengentasan kemiskinan karena Dana Otonomi Khusus belum menjawab persoalan kemiskinan di Aceh sejumlah 15 %;

5. Bahwa sampai saat ini persoalan ekses dari Perdamaian GAM dengan Republik Indonesia pada tahun 2005 masih terdapat persoalan yang belum tuntas terhadap poin poin MoU Helsinki dan menimbulkan persoalan baru yaitu keterlambatan pembangunan Aceh akibat Konflik dan Porak Poranda Infrastruktur Aceh akibat Bencana Nasional Gempa dan Tsunami yang terjadi pada tahun 2004. Realnya Provinsi Aceh masih berkutat dalam lubang kemiskinan dengan taraf ekonomi yang sangat memperihatinkan dan kondisi Lapangan kerja yang sangat terbatas, ditambah dengan dampak Wabah Pandemi Covid-19, yang berptensi memicu peningkatan penurunan kesejahteraan, pelonjakan pengangguran, serta melemahnya sektor penyelenggaraan Pendidikan, kesehatan serta serta potensi konflik baru yang terjadi baik secara horizontal maupun vertikal di Provinsi Aceh.

6. Bahwa terhadap kondisi ini dapat kami review terhadap perkembangan Upaya pergeseran anggaran pemerintah Aceh untuk penanganan pencegahan Covid-19 yang saat ini telah memunculkan polemik baru di masyarakat Aceh, dan dikhawatirkan menurunkan trust ( kepercayaan Masyarakat Aceh terhadap Pemerintah Pusat semata dikarenakan pergeseran yang dilakukan tersebut telah menegasikan program kegiatan yang urgen dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Aceh secara Holistik (menyeluruh). Mulai dari peningkatan ekonomi sampai kepada penyelenggaraan Pendidikan, karena sampai hari ini Ekonomi Aceh masih bergantung pada sumber tunggal yaitu APBA dan Provinsi Aceh belum didukung oleh industri-industri sebagaimana Provinsi lain di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

7. Bahwa Selain itu, pelaksanaan kekhususan Aceh terletak di beberapa lembaga keistimewaan diantaranya Dinas Syariat Islam, Badan Reiintegrasi Aceh, Lembaga Wali Nanggroe, MPU, Dinas Pendidikan Dayah Aceh dan beberapa Lembaga horizontal lainnya.

8. Bahwa dalam proses pergeseran DOKA dalam hal ini Pemerintah Aceh terpaksa menghapus beberapa kegiatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat diantaranya Dinas Pendidikan Dayah Aceh yang penghapusan kegiatan mencapai angka 205 miliar atau 40% dari pagu Dinas, sedangkan kita ketahui Dinas Pendidikan Dayah Aceh ini menjalankan fungsi penyelenggaraan pendidikan Dayah/Pesantren. Saat ini mulai dari anggota DPR Aceh, elemen Masyarakat secara umum lainnya telah berdialektika terhadap pemotongan/pergeseran ini. Dan jika tidak disahuti dan disikapi dengan baik maka akan berdampak tidak baik bagi kestabilan politik, hukum dan keamanan serta peradaban sosial kehidupan masyarakat Aceh.

Dengan demikian Atas dasar berbagai pertimbangan paradigma pemikiran di atas dengan segala penghormatan, dengan ini kami secara khusus meminta kepada Bapak Presiden :

1. Bahwa plafon DOKA Provinsi Aceh Jangan diganggu/digeser/dipotong untuk kebutuhan pencegahan Covid-19 di Provinsi Aceh, hendaknya dapat ditambahkan dana sumber lain dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah Aceh, atas berbagai pertimbangan diatas tentu kami meminta kebijakan dan solusi kepada Bapak Presiden;

2. Memerintahkan pemerintah Aceh untuk mengembalikan seluruh program kegiatan yang bersifat menyentuh lansung kepentingan peningkatan pendidikan, kesehatan, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan taraf ekonomi dan sosial masyarakat.

3. Memerintahkan Pemerintah Aceh untuk serius menjalankan instruksi Presiden terutama dalam hal pencegahan Covid-19 dan bekerjama yang apik dengan Unsur Muspida, TNI/Polri di Aceh untuk kerja kerja penanganan pandemi Covid-19 secara suistanable (berkesinambungan) tanpa mengabaikan kekhususan Aceh sebagaimana termaktub dalam Undang – undang Pemerintah Aceh Nomor 11 tahun 2006;

4. Pemerintah Pusat tidak abai terhadap kekhususan Aceh dalam persoalan kebijakan nasional di Provinsi Aceh dengan dengan mendengar pendapat Eksekutif, Legislatif Aceh dan perwakilan Provinsi Aceh untuk pusat baik senator maupun legislator asal Daerah Pemilihan Aceh;

Senada itu, ramai media di Aceh memberitakan dampak dari pergeseran DOKA ini, Pemerintah Aceh terpaksa menghapus beberapa kegiatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat diantaranya Dinas Pendidikan Dayah Aceh yang mengalami penghapusan kegiatan mencapai angka 205 miliar atau 40% dari pagu Dinas, sementara Dinas Pendidikan Dayah Aceh ini harus menjalankan fungsi penyelenggaraan pendidikan Dayah/Pesantren.

Surat ini juga ditembuskan kepada Menteri Keuangan RI, Menteri Dalam Negeri RI, Kepala Bappenas, Gubernur Aceh dan Ketua DPRA.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *