Mengenal Ciri-ciri Istidraj, Azab Berbungkus Kenikmatan

  • Whatsapp

Foto ilustrasi: kumparan.com

BEDAHNEWS.com – Ketika seorang Muslim mendapat kekayaan atau posisi yang tinggi, hendaknya ia selalu introspeksi diri karena bisa jadi kenikmatan tersebut merupakan istidraj. Secara bahasa istidraj berasal dari kata ‘daraja’ yang artinya naik satu tingkatan ke tingkatan berikutnya.

Muat Lebih

Dalam Islam, istidraj merujuk pada nikmat yang diberikan Allah kepada orang-orang yang membangkang terhadap-Nya. Dengan kata lain ini merupakan azab berupa kenikmatan.

Salah satu ayat Alquran yang berisi peringatan tentang istidraj adalah surat Al-An’am ayat 44 yang artinya:

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’am: 44).

Ciri-ciri Istidraj.

Nabi Muhammad SAW dalam hadits yang diriwayatkan Uqbah bin ‘Aamir RA menerangkan ciri-ciri istidraj.
Rasulullah bersabda:
“Apabila engkau melihat Allah memberi seorang hamba kelimpahan dunia atas maksiat-maksiatnya, apa yang ia suka, maka ingatlah, sesungguhnya hal itu adalah istidraj.”

Dengan demikian ketika ada orang yang tidak mengerjakan sholat, tidak bersedekah, korupsi, dan gemar bermaksiat kepada Allah tetapi hidupnya makmur dan sejahtera, maka itu sesungguhnya adalah tanda-tanda istidraj. Berikut ini adalah ciri-ciri istidraj lainnya:

Kenikmatan Dunia Berlimpah Padahal Ibadah Menurun.

Ketika Allah memberikan kenikmatan-kenikmatan duniawi pada seseorang sedangkan keimanannya terus menurun, itu adalah salah satu ciri dari istidraj. Orang tersebut tidak mengetahui bahwasanya nikmat yang diberikan Allah bukanlah karena kasih sayang-Nya, melainkan murka Allah terhadap mereka.

Ibnu Athaillah berkata:

“Hendaklah engkau takut jika selalu mendapat karunia Allah, sementara engkau tetap dalam perbuatan maksiat kepada-Nya, jangan sampai karunia itu semata-mata istidraj oleh Allah”.

Jarang Sakit.

Ketika seorang Muslim jatuh sakit dan menerimanya dengan ikhlas, penyakit tersebut bisa menjadi penggugur dosa. Selain itu, penyakit juga bentuk ujian dari Allah agar umat Islam mengingat-Nya.

Lantas bagaimana dengan orang yang jarang menerima musibah sakit?

Imam Syafi’i berkata:

“Setiap orang pasti pernah mengalami sakit suatu ketika dalam hidupnya, jika engkau tidak pernah sakit maka tengoklah ke belakang mungkin ada yang salah dengan dirimu.”

Kikir dan Sombong dengan Harta yang Melimpah.

Harta yang melimpah berpotensi membuat seseorang sombong dan menganggap remeh orang lain. Terkadang ia juga menjadi kikir dan enggan bersedekah di jalan Allah. Padahal orang tersebut sangat mudah mengelurkan harta jika menyangkut kesenangan duniawi.

Merasa Tenang Meski Kualitas Keimanan Menurun.

Seseorang yang hatinya tertutup alan merasa baik-baik saja dan tidak merasa gelisah meskipun lalai menjalankan ibadah atau telah melakukan maksiat. Ini karena orang tersebut merasa tidak menghadapi cobaan apapun, malah ia mendapat banyak kenikmatan.

Kenikmatan ini pun membuatnya lalai.
Ali Bin Abi Thalib ra berkata,
“Hai anak Adam ingat dan waspadalah bila kau lihat Tuhanmu terus menerus melimpahkan nikmat atas dirimu sementara engkau terus-menerus melakukan maksiat kepada-Nya”.

Sumber: kumparan.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *