Kasus Penganiayaan di Sawah Bireuen Dihentikan Melalui Keadilan Restoratif

  • Whatsapp

Jurnalis : Zubir

BIREUEN, BEDAHNEWS.com – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen, Munawal Hadi, S.H., M.H., resmi menghentikan penuntutan perkara tindak pidana penganiayaan dengan inisial Tersangka B, melalui mekanisme Keadilan Restoratif (Restorative Justice/RJ).

Muat Lebih

Upaya perdamaian antara pihak tersangka dan korban ini berlangsung pada Selasa, 28 Oktober 2025, di Kantor Kejaksaan Negeri Bireuen.

Kajari Munawal Hadi didampingi Kasi Pidum Kejari Bireuen, Firman Junaidi, S.E., S.H., M.H., serta tim Jaksa Fasilitator. Proses ekspose penghentian penuntutan dilakukan secara virtual dan mendapat persetujuan dari Direktur A pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung RI, Nanang Ibrahim Saleh, S.H., M.H., serta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Yudi Triadi, S.H., M.H.

Berawal dari Larangan Membajak Sawah

Kasus ini bermula pada Kamis, 10 Juli 2025, di area persawahan Desa Geudong Alue, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen.

Saat itu, Tersangka B bersama Anak Saksi L tengah memantau kegiatan membajak sawah yang dilakukan oleh Saksi Z. Tidak lama kemudian, Korban RH datang dan melarang Saksi Z melanjutkan aktivitas membajak tersebut.

Larangan itu memicu perdebatan. Anak Saksi L mendatangi Korban RH di sebuah warung kopi untuk menanyakan alasan larangan, hingga sempat terjadi adu mulut yang akhirnya dilerai warga.

Setelah kembali ke sawah, Anak Saksi L meminta Saksi Z melanjutkan pekerjaan. Saat itu, parang yang dibawanya diambil oleh Tersangka B.

Beberapa saat kemudian, Korban RH terlihat berdiri di pinggir jalan sawah sambil membawa besi sepanjang 1,5 meter dan meneriaki Tersangka. Melihat hal itu, Tersangka B mendatangi Korban sambil membawa parang, diikuti Anak Saksi L yang memegang cangkul.

Ketegangan pun memuncak. Anak Saksi L terlebih dahulu terlibat perkelahian dengan Korban RH. Karena khawatir dengan kondisi Anak Saksi L, Tersangka B mengayunkan parang ke arah Korban hingga mengenai bagian kepala depan dan menyebabkan luka berdarah. Usai kejadian, Tersangka melarikan diri karena panik.

Atas perbuatannya, Tersangka B sempat dijerat dengan Pasal 351 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan, dengan ancaman pidana maksimal lima tahun penjara.

Namun setelah melalui proses mediasi dan tercapai perdamaian, serta memenuhi syarat-syarat Keadilan Restoratif, perkara tersebut akhirnya dihentikan penuntutannya.

“Dengan disetujuinya keadilan restoratif ini, kasus penganiayaan terkait sengketa sawah di Bireuen resmi dihentikan penuntutannya,” ujar Kajari Bireuen Munawal Hadi, S.H., M.H.

Langkah ini menjadi bentuk komitmen Kejaksaan Negeri Bireuen dalam menerapkan pendekatan humanis dan berkeadilan, dengan mengedepankan pemulihan hubungan sosial di tengah masyarakat tanpa harus selalu berakhir di meja hijau.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *