Jurnalis : Zubir
BIREUEN, BEDAHNEWS.com – Peran guru di tengah derasnya arus digitalisasi pendidikan dinilai kian mengalami penyusutan makna. Sosok yang dulunya menjadi pendidik dan inspirator, kini perlahan direduksi hanya sebagai pengajar yang fokus pada penyampaian materi dan pencapaian target kurikulum semata.
Fenomena tersebut disorot tajam oleh Dr. H. Kamaruddin, S.Pd., M.M., CRP., CFRM, Dosen Magister Manajemen Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (UNIKI) Bireuen, Aceh. Menurutnya, saat ini perbedaan mendasar antara pengajar dan pendidik semakin terabaikan.
“Secara sederhana, pengajar hanya berfokus pada transfer ilmu, teori, atau keterampilan akademik. Sedangkan pendidik melangkah lebih jauh — membentuk karakter, membimbing moral, dan menanamkan nilai-nilai kehidupan kepada peserta didik,” ujar Kamaruddin dalam keterangan tertulis yang diterima Bedahnews.com, Rabu (29/10/2025).
Ia menilai, ketika guru hanya berperan sebagai pengajar, orientasi utamanya bergeser pada angka dan prestasi akademik semata. Akibatnya, nilai-nilai penting seperti empati, etika, tanggung jawab, dan kejujuran sering kali terabaikan.
“Siswa mungkin unggul dalam matematika atau bahasa, tetapi belum tentu tahu cara bersikap santun, bekerja sama, atau menghargai perbedaan. Inilah yang melahirkan generasi cerdas namun miskin integritas,” tegasnya.
Kamaruddin juga mengkritisi sistem pendidikan nasional yang dinilainya turut memperkuat tren tersebut. Evaluasi kinerja guru lebih menitikberatkan pada kelengkapan administrasi dan hasil ujian, bukan pada keteladanan dan proses pembentukan karakter siswa.
“Ketika sistem menilai guru hanya dari berkas dan nilai, maka hubungan emosional antara guru dan siswa menjadi renggang. Guru dipandang sekadar penyampai materi, bukan lagi figur yang dihormati atau tempat siswa berbagi cerita,” jelasnya.
Menurutnya, mengembalikan martabat guru sebagai pendidik sejati merupakan langkah kunci dalam membenahi wajah pendidikan Indonesia. Ia pun mengajak semua pihak, mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, hingga masyarakat, untuk mengubah paradigma keberhasilan belajar.
“Keberhasilan siswa bukan hanya diukur dari nilai ujian, tetapi dari sikap dan perilaku mereka dalam kehidupan nyata. Kejujuran dalam ujian dan kepedulian pada teman adalah bukti keberhasilan sejati seorang guru,” ungkapnya.
Menutup pernyataannya, Kamaruddin mengingatkan bahwa di era digital saat ini, buku bisa tergantikan oleh video, bahkan guru oleh kecerdasan buatan (AI). Namun, satu hal yang tidak akan pernah tergantikan adalah ketulusan dan keteladanan seorang pendidik.
“Mari kita jaga agar guru tidak kehilangan jiwanya. Jadikan guru bukan hanya sebagai sumber ilmu, tetapi juga pelita hati yang menuntun arah generasi bangsa,” pungkasnya.











