Ayah Nelayan Menangis di Pengadilan, Mohon Keadilan untuk Putri Kader Posyandu

  • Whatsapp

Jurnalis : Zubir

BIREUEN, BEDAHNEWS.com – Isak tangis Aiyub, seorang nelayan asal Simpang Mamplam, Bireuen, pecah di depan Pengadilan Negeri Bireuen, Jum’at (19/9/2025). Dengan wajah lelah dan suara bergetar, ia memohon keadilan bagi putri saru satunya, Aina Fitri, seorang kader Posyandu yang kini duduk di kursi terdakwa kasus dugaan pencemaran nama baik.

Muat Lebih

“Tolong dia, Pak Kapolda. Anak saya tak pernah menyebarkan foto itu,” ucap Aiyub pasrah, sembari menunggu angkutan umum yang tak kunjung datang.

Kasus ini bermula dari ponsel desa, aset gampong yang digunakan untuk kegiatan Posyandu. Di dalam ponsel tersebut ditemukan foto pribadi Ketua Posyandu yang kini menjadi pelapor. Aina dituduh sebagai pihak yang menyebarkan foto tersebut.

Menurut penuturan Aiyub, pada hari kejadian, pelapor yang berada di Malaysia meminta Aina mengambil ponsel itu. Ponsel kemudian dibawa ke Meunasah untuk kegiatan Posyandu. Saat Aina sibuk bekerja, seorang saksi lain justru membuka ponsel itu dan menemukan foto syur di dalamnya.

“Itu HP milik desa, bukan pribadi. Anak saya sibuk bekerja, bukan dia yang membuka atau menyebarkannya,” tegas Aiyub.

Upaya mediasi pernah dilakukan pada 23 September 2024, bahkan kedua belah pihak sempat berjabat tangan di hadapan aparatur gampong. Namun, masalah berlanjut karena keluarga pelapor disebut meminta uang damai Rp 5 juta.

“Saya minta bukti anak saya yang menyebarkan, tapi tak pernah ditunjukkan. Kami juga tak punya uang itu,” tambahnya.

Kasus pun berlanjut ke ranah hukum. Aiyub menilai ada kejanggalan sejak pemeriksaan. Putrinya, kata dia, sempat mendapat tekanan untuk mengaku. Setelah tiga bulan wajib lapor, Aina akhirnya ditahan. Kondisi psikologisnya pun terguncang hingga nyaris putus asa.

Sebagai seorang nelayan, Aiyub harus berutang demi biaya perjalanan ke pengadilan. Ia kerap meninggalkan pekerjaannya melaut demi mendampingi anaknya.

“Seharusnya saya melaut, tapi terpaksa ikut sidang,” keluhnya.

Meski diliputi kesedihan, Aiyub tetap menggantungkan harapan pada pemerintah dan aparat penegak hukum.

“Saya mohon Pak Prabowo, Mualem, dan Kapolda Aceh melihat kasus ini. Saya hanya minta hakim seadil-adilnya. Anak saya tidak bersalah,” tutupnya dengan mata berkaca-kaca.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *