Jurnalis : Zubir
BIREUEN, BEDAHNEWS.com – Kehidupan berumah tangga diibaratkan sebuah bahtera yang berlayar. Tak selamanya mulus, pelayaran ini akan melewati berbagai gelombang dan badai. Kunci utamanya, menurut Chairul Bariah, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Kebangsaan Indonesia, adalah ikhlas, Minggu (7/9/2025).
Menurut Chairul, pernikahan adalah babak baru di mana tanggung jawab orang tua beralih sepenuhnya kepada suami. Sang suami bertanggung jawab atas sandang, pangan, dan papan, sementara istri mengemban tugas melayani dan menghormati suami. Namun, takdir yang sesungguhnya tak sesederhana itu.
Mengawali hidup bersama, pasangan harus saling membantu, memahami, dan melengkapi. Hilangkan ego pribadi, belajar menata hati, dan saling pengertian. “Hidup bersama itu harusnya saling bersanding, bukan bertanding,” ujar Chairul.
Masa pacaran, lanjutnya, memang terasa manis. Namun, tak semua pasangan melalui fase itu. Ada yang dijodohkan, sehingga rasa canggung mungkin muncul di awal pernikahan. Namun, dalam satu hingga dua minggu, semua akan terbiasa. Sifat asli pun mulai terlihat. Jika tak ada saling pengertian, perbedaan kecil seperti suami yang malas bangun pagi atau istri yang malas masak bisa menjadi pemicu kehancuran.
“Terimalah segala kelebihan dan kekurangan pasangan, jalani hidup dengan penuh keikhlasan,” tegas Chairul.
Fase kedua dalam bahtera rumah tangga adalah menanti kehadiran buah hati. Saat istri hamil, terkadang permintaannya aneh-aneh.
“Suami yang pengertian akan selalu memenuhinya,” kata Chairul. Ia menambahkan, sebagian orang tua atau suami khawatir jika permintaan tak dipenuhi, anak mereka akan “ngences” atau mengeluarkan air liur terus-menerus. Perjuangan istri saat mengandung pun tak mudah. Sering kali mereka tak bisa tidur nyenyak, tetapi semua dijalani dengan ikhlas.
Lalu tibalah fase mengurus anak. Segala kesibukan orang tua terpusat pada perkembangan anak. Pengeluaran rumah tangga pun bertambah, bahkan tak jarang hampir seluruh pendapatan dihabiskan untuk kebutuhan sang buah hati. “Di sinilah dibutuhkan kesabaran dan keikhlasan menjalani hidup,” katanya.
Seiring berjalannya waktu, anak yang dulu dimanja kini beranjak dewasa, memasuki bangku kuliah. Perbedaan pendapat dan cara pandang terkadang memicu perselisihan. Sebagai orang tua, kita mungkin menginginkan anak mengikuti jejak kita, tetapi anak bersikeras memilih jalan hidupnya sendiri.
“Kita hanya bisa mengarahkan dan memberikan nasihat, bukan menentukan pilihan, agar tidak menyesal di kemudian hari,” jelas Chairul.
Menurutnya, anak yang memilih jurusan sesuai keinginannya akan lebih mudah dimintai pertanggungjawaban atas hasil kuliahnya. Tugas orang tua hanyalah mengawasi dan memenuhi kebutuhannya.
Pada akhirnya, Chairul mengingatkan bahwa orang tua hanya menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat untuk anak-anaknya. Harta dan jabatan bisa dicari, tetapi yang paling berharga adalah kasih sayang.
“Kita tidak boleh egois, biarkan mereka tumbuh dan berkembang, menentukan masa depannya sendiri, dengan dukungan dan kasih sayang yang kita miliki,” pungkasnya. “Seiring dengan waktu, kita harus ikhlas menjalani hidup ini, demi masa depannya.”