BIREUEN, BEDAHNEWS.com – Pembangunan Rumah Sakit Regional Bireuen yang berlokasi di Gampong Cot Buket, Kecamatan Peusangan, Bireuen, hingga kini belum selesai dan terbengkalai.
Proyek tersebut dimulai pada tahun 2021 tersebut memerlukan langkah cepat, agar pembangunan dapat dilanjutkan kembali pada tahun depan.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Ir H Saifuddin Muhammad SE, kepada Bedahnews.com, Rabu (16/4/2025) menyampaikan keprihatinannya terkait kondisi pembangunan rumah skait regional Bireuen itu.
“Penyelesaian lima rumah sakit regional di Aceh seharusnya menjadi prioritas, terutama dengan sisa waktu dana Otonomi Khusus (Otsus) yang semakin menipis,” sebut Saifuddin Muhammad.
Saifuddin Muhammad mengatakan, dana Otsus Aceh saat ini hanya satu persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional dengan masa berlaku hingga 2027.
“Kita tidak meminta perpanjangan dana Otsus, melainkan pengembalian seperti kondisi semula,” sebut Saifuddin.
Saifuddin berharap, hubungan baik yang terjalin antara Gubernur Aceh Muzakir Manaf dengan Presiden Prabowo Subianto, dapat mempermudah penyelesaian berbagai persoalan di Aceh.
“Namun, kondisi pemerintahan Aceh saat ini belum sepenuhnya normal,” sebut Saifuddin.
Saifuddin berharap, pemerintah Aceh membentuk tim percepatan yang dapat mengaplikasikan ulang penyelesaian lima rumah sakit regional tersebut, baik melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) maupun dana Otsus.
“Saya berharap, ada satu atau dua rumah sakit regional yang dapat diselesaikan pada tahun anggaran 2026,” kata Saifuddin.
Secara khusus, Saifuddin menyoroti kondisi pembangunan RS Regional Bireuen yang menurutnya berada di urutan paling akhir dan memiliki alokasi anggaran yang relatif kecil.
“Dari total anggaran yang diperkirakan mencapai Rp 700 miliar, baru sekitar Rp 53 miliar yang telah masuk anggaran pada tahun 2021 dan 2022. Pokoknya modal-model inilah makanya saya tidak mendapat rumah sakit saja ada hal-hal lainnya,” kata Saifuddin dengan nada kesal.
Selain masalah rumah sakit, Saifuddin juga menyoroti sejumlah proyek infrastruktur di Daerah Pemilihan (Dapil) Bireuen yang belum rampung, seperti tiga bendungan irigasi.
“Ada tiga bendungan yang kita kerjakan 10 tahun lebih, namum belum operasional, kalau seperti ini kerja pemerintah, maka sangat kita sayangkan nasib masyarakat petani kita,” ungkap Saifuddin.
Kata Saifuddin, tiga bendungan tersebut terdiri dari bendungan Irigasi Aneuk Gajah Rheut di Peudada, Bendungan Irigasi Seuke Pulot, dan Irigasi Alue Geurutut di Kecamatan Makmur.
Terkait persoalan di Rumah Sakit Fauziah Bireuen, Saifuddin menyoroti masalah kenyamanan pasien, termasuk area parkir yang tidak memadai.
“Pemerintah Kabupaten Bireuen harus memiliki konsep yang jelas untuk menuntaskan permasalahan ini,” harap Saifuddin.
Ia juga mendesak agar kegiatan infrastruktur yang menggunakan APBA dan belum memberikan manfaat (impersonal) agar segera diisi ulang dan menjadi fokus pemerintah Aceh kedepan.
“Kita menduga bahwa selama ini, alokasi anggaran lebih didasarkan pada kepentingan kelompok tertentu daripada kebutuhan riil, sehingga perencanaan pembangunan menjadi tidak efektif,” sambung Saifuddin.
Secara tegas, Saifuddin menyatakan kesiapannya untuk membantu mencari solusi, termasuk mempertimbangkan sumber anggaran di luar dana Otsus dan APBA, seperti melibatkan pihak ketiga atau mencari sumber anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Pemerintah Aceh harus membentuk tim percepatan pembangunan rumah sakit regional,” tutur Saifuddin.
Menurut Saifuddin, perlu ada perubahan mendasar dalam cara perencanaan anggaran di Aceh. Saifuddin menyoroti, bahwa setiap tahun anggaran dibahas, namun alokasinya seringkali lebih bersifat kepentingan kelompok dari pada fokus pada penyelesaian kegiatan yang sudah dimulai.
“Salah satu contoh konkrit ada di Bireuen, dimana tiga bendungan irigasi telah terbengkalai puluhan tahun, seperti bendungan Irigasi Mon Seuke Pulot yang belum selesai, padahal dibangun sejak masa periode Gubernur Irwandi Yusuf,” tutur Saifuddin.
Saifuddin meminta agar dinas terkait, seperti Dinas Pengairan Aceh dapat melakukan perhitungan ulang kebutuhan anggaran untuk setiap bendungan dan memprioritaskan penyelesaian satu bendungan terlebih dahulu, jika anggaran terbatas.
“Pemerintah Kabupaten Bireuen harus segera bergerak untuk menyisir kegiatan APBA yang belum selesai dan menyampaikan hasilnya kepada DPRA,” tambah Saifuddin.
Saifuddin berjanji berupaya untuk mencari solusi pendanaan, baik melalui APBA maupun sumber lain di tingkat DPRA, demi menyelesaikan berbagai proyek pembangunan yang terbengkalai di Kabupaten Bireuen.
Laporan : Zubir