ABDYA, BEDAHNEWS.com – Harapan baru tumbuh di kalangan petani Aceh Barat Daya (Abdya) seiring dengan merangkaknya harga biji pinang kering dalam sepekan terakhir. Setelah bertahun-tahun terpuruk, harga komoditas ini mulai menunjukkan sinyal pemulihan.
Di tingkat petani, harga pinang yang sebelumnya stagnan di angka Rp 9.000–Rp 10.000 per kilogram kini naik menjadi Rp 11.000–Rp 12.000. Kenaikan ini sejalan dengan lonjakan harga di tingkat eksportir di Medan yang telah menembus Rp 15.000 hingga Rp 16.000 per kilogram.
“Dalam tiga hari terakhir, harganya naik dua sampai tiga ribu per kilo. Lumayan terasa,” ujar Hendra, pedagang komoditas di Blangpidie, kepada BEDAUNEWS.com, Rabu (9/4/2025)
Namun, di balik kabar baik itu, para pedagang menghadapi kenyataan lain: kelangkaan stok. Hendra menyebut pasokan pinang semakin terbatas karena banyak pohon yang sudah ditebang saat harga anjlok beberapa tahun lalu.
“Dulu, waktu harga jatuh sampai Rp 2.000, banyak petani tebang pohon pinang. Sekarang yang tersisa cuma pinang yang tumbuh di pinggiran rumah atau tepi kebun,” katanya.
Situasi ini membuat distribusi tersendat. Permintaan terus meningkat, tapi barang di lapangan semakin sulit ditemukan. Menurut Hendra, kebun pinang murni di Abdya nyaris punah. Yang tersisa hanyalah tanaman pinang yang difungsikan sebagai pembatas kebun atau pelengkap.
Sementara itu, komoditas lain seperti cokelat, pala, dan nilam justru mengalami tren sebaliknya. Harga cokelat kering yang sempat melambung ke Rp 100.000 per kilogram kini turun drastis menjadi Rp 70.000. Pala dan nilam pun ikut merosot mengikuti pasar.
Kendati pasokan minim, tren kenaikan harga pinang membawa optimisme tersendiri bagi petani di Abdya. Jika tren ini berlanjut dan harga tetap stabil, bukan tidak mungkin petani akan kembali melirik pinang sebagai komoditas andalan.
Laporan : Fitria Maisir
