ABDYA, BEDAHNEWS.com – Ramadan bukan sekadar bulan ibadah, tetapi juga momen berkah bagi pedagang kecil di Aceh Barat Daya (Abdya). Sejak hari pertama puasa, geliat ekonomi rakyat terasa hidup. Pedagang musiman bermunculan, menggelar lapak di berbagai sudut kota hingga pelosok desa.
Dari kelapa muda segar hingga bubur kanji rumbi, dari kue tradisional hingga minuman kekinian—pasar takjil menjadi magnet yang menarik masyarakat menjelang waktu berbuka.
Di Blangpidie, ibu kota Abdya, suasana berubah drastis setiap sore. Jalan H. Ilyas, Jalan Sentral, Jalan Persada, Jalan Pramuka hingga Jalan Irian yang biasanya lengang, kini padat dengan lapak takjil. Penjual berjejer menawarkan aneka hidangan, sementara pembeli berdesakan memilih menu favorit.
Suasana serupa juga terlihat di Babahrot, Kuala Batee, Jeumpa, Susoh, Tangan-Tangan, hingga Pasar Manggeng dan Lembah Sabil. Bagi warga Abdya, keberadaan pasar takjil bukan sekadar memudahkan mencari hidangan berbuka, tetapi juga menjadi bagian dari tradisi Ramadan.
“Kadang pulang kerja sudah lelah, jadi lebih praktis beli takjil di sini. Banyak pilihan dan harganya pun terjangkau,” kata Yusti, warga Blangpidie, Selasa (4/3/2025).
Sementara itu, Novi, seorang ibu rumah tangga pedagang kelapa muda dan air tebu, mengaku Ramadan adalah momen yang paling dinanti. Omzetnya bisa melonjak berkali lipat dibanding hari biasa.
“Kalau hari biasa jualan sepi, tapi di bulan puasa beda. Sehari bisa dapat ratusan ribu rupiah,” ujar Novi.
Kelapa muda dijual dengan harga Rp7.000 untuk varian original, Rp10.000 dengan tambahan sirup, dan Rp12.000 jika ditambah susu. Sementara air tebu segar dibanderol Rp5.000 per botol.
Tak hanya kuliner khas Abdya, makanan dari berbagai daerah juga turut meramaikan pasar takjil. Ada es pisang ijo dari Makassar, kue lumpur dari Jawa, hingga aneka gorengan yang tak pernah kehilangan penggemarnya.
Selain menjadi tempat berburu makanan, pasar takjil juga menjadi bagian dari budaya ngabuburit atau ritual menunggu waktu berbuka dengan berjalan-jalan atau berburu jajanan.
Di tengah maraknya pedagang, masyarakat berharap keberadaan pasar takjil tetap tertib dan tidak mengganggu lalu lintas.
“Selama tidak menghambat jalan dan tetap menjaga kebersihan, menurut saya ini sangat bagus. Ramadan jadi lebih hidup,” tambah Yusti.
Saat azan Maghrib berkumandang, satu per satu lapak mulai sepi. Para pedagang menutup dagangan mereka, sementara pembeli membawa pulang hidangan berbuka. Ramadan di Abdya bukan hanya soal ibadah, tetapi juga tentang berbagi rezeki, sebuah tradisi yang terus hidup dari tahun ke tahun.
Laporan : Fitria Maisir