BIREUEN, BEDAHNEWS.com – Tim Aceh Wetland Foundation (AWF) Bireuen yang sejak lama melakukan pemberdayaan dan melaksanakan program perlindungan kawasan rawa Paya Nie, Kutablang Bireuen juga melakukan survei terhadap sejumlah habitat payau atau rawa waduk alam di Bireuen, Senin (6/1/2024).
Hasil survei diperoleh data, luas sejumlah rawa di Bireuen umumnya berkurang dan ada juga yang bertambah.
Direktur AWF Bireuen, Yusmadi Yusuf yang didampingi tim teknis survey AWF Habib Dwi Siga dalam pertemuan dengan sejumlah wartawan di salah satu cafe di Bireuen, mengatakan, survei dilakukan berkaitan dengan informasi berkembang akan ada pembahasan rencana penyesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ruang Kabupaten Bireuen.
Berdasarkan informasi ada rencana perubahan tata ruang maka AWF melakukan pemetaan dan mempedomani RTRW tahun 2012-2032. Dalam RTRW tahun 2012-2032 terdata jelas sejumlah rawa di Bireuen.
Hasil survei ini menunjukkan penurunan luas kawasan rawa yang signifikan sejak ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan perlindungan pada tahun 2013.
Dijelaskan, tahun 2013, Pemkab Bireuen melalui qanun tersebut menetapkan sekitar 437,93 hektar rawa di wilayah Bireuen sebagai kawasan perlindungan kawasan bawahan.
Namun, berdasarkan survei eksisting yang dilakukan AWF menemukan kenyataan yang berbeda. Kawasan paya (rawa) yang dilindungi ini kini mengalami penurunan luas yang cukup signifikan akibat konversi fungsi lahan menjadi pertanian, perkebunan, dan pemukiman.
“Selama dekade terakhir, kawasan paya di Bireuen mengalami penurunan luas yang signifikan,” ujarnya.
Data terbaru menunjukkan pada tahun 2024, luas rawa yang berstatus kawasan perlindungan tersebut hanya tinggal 388,1 hektar, mengalami penyusutan sebesar 49,83 hektar atau rata-rata 4,53 hektar per tahun sejak 2013.
Penyusutan ini sebagian besar disebabkan oleh pengalihan fungsi lahan untuk kepentingan pertanian, pemukiman, dan perkebunan. Fenomena tersebut harus menjadi perhatian serius karena selain merusak ekosistem yang kaya akan keanekaragaman hayati, penyusutan paya juga mengancam sumber daya air yang sangat penting bagi keberlanjutan pertanian dan kehidupan masyarakat Bireuen.
Pengurangan luas rawa dapat mengurangi kemampuan kawasan tersebut dalam menyimpan air dan mengatur distribusi air di wilayah sekitarnya.
Data hasil survey AWF, rawa Paku, Simpang Mamplam luas awal 8,47 hektar tersisa 2,76 hektar, Kolam Sapi Simpang Mamplam luas awal 16,11 bertambah menjadi 28,04.
Kemudian, Paya Cut, Blang Rheum, Jeumpa luas awal 5,82 hektar tersisa 3,67, Paya Jagat Cot Keutapang Jeumpa luas awal 21,57 hektar tersisa 3,57, Rawa Geudeubang Jeumpa luas awal 20,79 hektar tersisa 3,66.
Selanjutnya, raya Paya Empung, Mata Ie Peusangan,luas awal 8,98 hektar tersisa 8,98, Paya Kareung, Kota Juang luas awal 27,79 hektar tersisa 6,31 hektar, Paya Nie.
Lalu Kutablang Bireuen luas awal 304,19 hektar tersisa 273,15 hektar, Paya Masjid, Leubu Mesjid, Makmur, luas awal 17,82 hektar tersisa 0,14 hektar, Paya Goh, Leubu Mee, Makmur luas awal 6,39 hektar tersisa 2,53 hektar.
Keseluruhan kata Yusmadi, luas rawa data RTRW Bireuen mencapai 437,93 hektar tersisa 388,1 hektar, hilang atau kurang sekitar 49,83 hektar.
Menurut Yusmadi, selain harus diperkuat dengan sanksi hukum juga harus adanya revisi tentang qanun tersebut serta adanya Peraturan Bupati (Perbup).
“Kami percaya dengan kerjasama yang baik antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta, kita dapat menjaga dan melindungi kawasan rawa ini untuk generasi mendatang,” pungkasnya.
Laporan : Zubir