JAKARTA, BEDAHNEWS.com – Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengembangan kasus dugaan suap yang menjerat mantan calon anggota legislatif (caleg) PDIP yang lagi buron Harun Masiku.
Dikutip dari Sumber Tribunnews menyebutkan, bahwa Hasto ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor Sprin. Dik/ -153 /DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024.
“Ekspose atau gelar perkara terhadap Hasto Kristiyanto itu sudah dilakukan pimpinan KPK pada Jumat (20/12/2024) pekan lalu,” ungkap Sumber itu.
Penetapan itu bertepatan dengan serah terima jabatan (sertijab) lima Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK periode 2024–2029 dengan Pimpinan dan Dewas KPK periode sebelumnya.
Lima pimpinan baru KPK itu yakni Setyo Budiyanto (mantan Direktur Penyidikan KPK sekaligus Irjen Kementerian Pertanian), Johanis Tanak (Komisioner KPK periode sebelumnya), Fitroh Rohcahyanto (jaksa yang sempat menjadi Direktur Penuntutan KPK), Agus Joko Pramono (mantan Wakil Ketua BPK) dan Ibnu Basuki Widodo (hakim di Pengadilan Tinggi Manado Pimpinan KPK Setyo Budiyanto sendiri saat sertijab pimpinan KPK menyebut bahwa kasus Harun Masiku merupakan utang perkara yang harus segera diselesaikan.
Menurut Setyo Budiyanto, semua orang yang menjadi pimpinan dan pejabat di KPK ingin mantan caleg PDIP itu segera ditangkap.
“Pasti akan kami respons. Kami akan melihat perkembangannya sudah sejauh mana,” kata Setyo menjawab pertanyaan awak media dalam sesi jumpa pers perdana, Jum’at (20/12/2024), setelah dia dan empat orang lainnya resmi menjadi pimpinan KPK periode 2024–2029.
Setyo Budiyanto berharap mendapat dukungan dari masyarakat selama lima tahun ke depan dalam bekerja memberantas korupsi.
“Mudah-mudahan dengan dukungan semuanya kita bisa menuntaskan,” kata Setyo.
Sebagaimana diketahui bahwa Harun Masiku adalah buronan KPK sejak 2020 lalu. Mantan caleg PDIP itu harus berhadapan dengan hukum lantaran diduga menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR RI, tetapi meninggal dunia.
Kasus Harun Masiku ini terungkap diawali OTT KPK pada Januari 2020. Komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan menjadi salah satu pihak yang dijerat tersangka dalam kasus penerimaan suap tersebut. Wahyu terbukti menerima suap senilai Rp600 juta dari mantan caleg PDIP Harun Masiku. Suap diberikan agar Wahyu mengupayakan Harun Masiku menjadi anggota DPR F-PDIP melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).
KPK mengatakan Harun berada di lokasi yang masih bisa terpantau, namun belum bisa dilakukan penangkapan.
Terhadap pencarian Harun Masiku, KPK sudah memeriksa sejumlah orang, termasuk Hasto Kristiyanto.
Usai pemeriksaan sekitar empat jam itu, Penyidik KPK kemudian juga menyita tas dan HP milik Hasto.
Sementara Hasto sendiri mengaku bertatap muka dengan penyidik hanya selama sekitar 1,5 jam, tapi belum masuk ke pokok perkara.Dia malah menyebut keberatannya soal penyitaan tas dan ponselnya oleh penyidik karena dianggap tidak berdasar pada KUHAP. Selain itu Hasto merasa keberatan lantaran tak didampingi pengacara saat proses pemeriksaan.
Selain Hasto, KPK juga memeriksa mantan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly pada Rabu (18/12/2024) pekan lalu. Dalam pemeriksaan itu Yasonna dicecar seputar proses pergantian antar waktu (PAW) Fraksi PDIP terkait Masiku.Yasonna mengaku dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPP PDIP.
Ia diperiksa karena adanya surat permohonan fatwa ke Mahkamah Agung (MA).
“Ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung, untuk permintaan fatwa,” ujar Yasonna usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Permintaan fatwa yang dimaksud adalah terkait putusan MA Nomor 57/P/HUM/2019 tanggal 19 Juli 2019. Fatwa itu diajukannya karena adanya perbedaan tafsir KPU saat PDIP memperjuangkan Harun Masiku menjadi anggota DPR menggantikan Riezky Aprilia melalui PAW.
“Karena waktu proses pencalegan itu terjadi tafsir yang berbeda setelah ada judicial review, ada keputusan Mahkamah Agung Nomor 57. Kemudian DPP mengirim surat tentang penetapan caleg, kemudian KPU menanggapi berbeda,” jelas Yasonna.
Sebagaimana diketahui bahwa Riezky merupakan caleg DPR terpilih pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal sebelum pencoblosan dalam Pileg 2019 di Dapil Sumsel I, Riezky meraih suara terbanyak kedua setelah Nazarudin. Sehingga KPU, dengan merujuk UU Pemilu, menetapkan Riezky sebagai caleg DPR terpilih.
Namun, PDIP kemudian lebih menginginkan Harun yang ditetapkan sebagai caleg DPR terpilih. padahal, suara yang diperoleh Harun hanya menempati posisi ke enam, namun akhirnya Harun terpilih melalui proses PAW.