BIREUEN, BEDAHNEWS.com – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) melalui Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (OHARDA) menyetujui penghentian penuntutan perkara Tindak Pidana Penadahan berdasarkan keadilan restoratif (RJ) pada Selasa (7/5/2024).
Persetujuan ini diperoleh setelah ekspose perkara secara virtual yang diikuti oleh Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen Munawal Hadi, Jaksa Fasilitator, Direktur TP OHARDA, dan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Drs. Joko Purwanto.
Perkara ini bermula pada 28 Februari 2024, ketika tersangka M menghubungi Z melalui Whatsapp untuk mencari sepeda motor bodong (curian) dengan harga Rp 3.000.000,-. Z kemudian meminta uang panjar Rp 500.000,- dan pada 29 Februari 2024, M mengirimkan uang tersebut melalui aplikasi DANA.
Selanjutnya, Z menyuruh M untuk menemuinya di Jalan Medan – B. Aceh, Desa Blang Bladeh, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen, untuk mengambil sepeda motor Honda Supra 125 tanpa surat kendaraan. M kemudian menyerahkan sisa pembayaran sebesar Rp 2.400.000,-.
Perbuatan M melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.
Setelah ekspose perkara, JAM Pidum Kejaksaan Agung menyetujui penghentian penuntutan perkara ini melalui RJ. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, antara lain:
Tersangka M baru pertama kali melakukan tindak pidana.Tersangka M telah mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulanginya.
Korban dan tersangka telah berdamai dan menyepakati penyelesaian perkara melalui RJ.
Masyarakat setempat menyetujui penyelesaian perkara melalui RJ.Pencapaian Kejaksaan Negeri Bireuen.
Dengan disetujuinya penghentian penuntutan perkara ini, Kejaksaan Negeri Bireuen telah berhasil menyelesaikan 6 perkara melalui RJ hingga Mei 2024.
Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen, Munawal Hadi, menghimbau kepada masyarakat agar tidak membeli barang-barang curian (bodong) karena hal tersebut merupakan tindak pidana penadahan yang dapat dihukum.
Penghentian penuntutan perkara Tindak Pidana Penadahan di Bireuen ini merupakan contoh penerapan keadilan restoratif dalam menyelesaikan perkara pidana. RJ mengedepankan pemulihan kerugian korban, pembinaan pelaku, dan kerukunan masyarakat. Hal ini diharapkan dapat menjadi solusi alternatif dalam penegakan hukum di Indonesia.
Laporan : Zubir