Tradisi Makmeugang di Aceh, Jejak Sejarah yang Tetap Hidup

  • Whatsapp

Dr. Muslem, MA., Ketua Prodi Sejarah peradaban Islam IAIN Langsa. (Foto: Sely).

ARTIKEL, BEDAHNEWS.com – Ragam tradisi budaya seringkali menyatukan sejarah dan identitas suatu komunitas. Di tanah subur Aceh, Indonesia, tradisi Makmeugang menjadi saksi dari warisan abadi Aceh Darussalam, dengan akar yang menjalar hingga abad ke-14, seiring dengan penyebaran Islam di wilayah.

Muat Lebih

Seperti yang diungkapkan oleh Ali Hasjimy, Makmeugang memiliki akar yang terkait dengan pemerintahan Aceh Darussalam.

Tradisi ini terjadi di dalam dinding istana, tempat sultan, menteri, dan tokoh terhormat berkumpul bersama ulama terkemuka.

Peristiwa besar ini adalah manifestasi dari persatuan, di mana penguasa memerintahkan Balai Fakir, yang bertanggung jawab atas kaum miskin, untuk mendistribusikan daging, pakaian, dan beras kepada yang kurang beruntung. Ini adalah simfoni belas kasihan dan semangat kebersamaan yang bergema di sepanjang lorong-lorong sejarah Aceh.

Tindakan baik ini dimungkinkan melalui kebaikan hati Silatur Rahim, bendahara yang mengawasi hubungan antara negara dan rakyat. Ini bukan hanya suatu tindakan amal, tetapi juga refleksi dari ikatan simbiosis antara penguasa dan rakyat, menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial yang dalam terbenam dalam masyarakat Aceh.

Dalam dialek Aceh, “gang” berarti pasar. Pada hari-hari biasa, pasar-pasar ini mungkin tidak menarik perhatian signifikan.

Namun, menjelang bulan suci Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha, transformasi yang hidup terjadi. Pasar-pasar yang dulu sepi menjadi hidup dengan aktivitas karena masyarakat membanjiri mereka. Suasana ramai ini melahirkan ungkapan “Makmu that gang nyan,” yang secara longgar diterjemahkan menjadi “betapa makmur pasar ini.”

Fenomena ini menunjukkan peran kunci Makmeugang dalam dinamika masyarakat. Melampaui signifikansi sejarah dan keagamaannya, tradisi ini menghidupkan ekonomi lokal, memupuk kemakmuran ekonomi dan kohesi sosial. Pasar menjadi pusat kegiatan, bergemuruh dengan pertukaran budaya, tradisi, dan perdagangan.

Hilir-mudiknya Makmeugang di pasar bukan sekadar pertukaran barang, melainkan pesta budaya yang menceritakan kekayaan warisan Aceh. Menyaksikan kehidupan pasar yang bergelora menjelang perayaan, kita bisa merasakan denyut nadi masyarakat yang hidup bersama tradisinya.

Dalam mengembangkan gagasan tentang pentingnya merawat dan melestarikan budaya Aceh, IAIN Langsa muncul sebagai garda terdepan dalam membawa tanggung jawab moral ini ke tingkat yang lebih tinggi.

Sebagai Perguruan Tinggi terbaik di Aceh, institusi ini menjalankan peran kunci melalui Prodi Sejarah Peradaban Islam yang tak hanya menjadi tempat pembelajaran, tetapi juga wadah nyata bagi mahasiswa untuk berkontribusi dalam merawat dan melestarikan peradaban di Aceh.

Kehadiran Prodi Sejarah Peradaban Islam di IAIN Langsa tidak hanya sekadar menawarkan kurikulum akademis yang kaya. Lebih dari itu, ini adalah perwujudan dari komitmen moral untuk menjaga kekayaan warisan budaya Aceh.

Dengan memberikan wadah bagi mahasiswa untuk mengeksplorasi sejarah dan budaya secara mendalam, IAIN Langsa menggugah semangat mahasiswa untuk menjadi agen perubahan dalam menjaga identitas dan kekayaan budaya yang membangun masyarakat Aceh.

Namun, untuk menjalankan tugas mulia ini, sangat diperlukan akademisi akademi yang mahir dan berpengetahuan luas tentang sejarah peradaban Aceh.

Mereka adalah pionir pengetahuan, yang dapat membimbing mahasiswa untuk memahami setiap nuansa dan nilai dalam sejarah budaya Aceh.

Keahlian mereka dalam merangkai sejarah dan menerjemahkan nilai-nilai budaya menjadi pengalaman belajar yang bermakna adalah kunci dalam menjaga keberlanjutan dan keberagaman warisan budaya.

Dengan kehadiran akademisi yang trampil dalam memahami sejarah peradaban Aceh, Prodi Sejarah Peradaban Islam di IAIN Langsa bukan hanya tempat untuk memperoleh gelar akademis, tetapi juga sebagai laboratorium untuk membentuk pemimpin masa depan yang dapat menjaga dan menghidupkan kembali sejarah dan budaya Aceh.

Melalui metode pengajaran yang inovatif dan pengalaman belajar praktis, mahasiswa dibimbing untuk menjadi pemahaman dalam memelihara warisan budaya yang merupakan jati diri masyarakat Aceh.

Artikel ini menjadi panggilan kepada para pembaca: mari rawat bersama sejarah kita, karena di dalamnya terdapat akar kearifan dan identitas yang membangun masyarakat kita. Dan sebagai bagian dari keluarga besar IAIN Langsa, mari kita temukan keindahan dan kearifan yang ada di setiap langkah perjalanan kita. Sejarah bukan hanya milik kita, tetapi juga menjadi panduan bagi masa depan yang lebih cerah.

Oleh : Dr. Muslem, MA (Ketua Prodi Sejarah peradaban Islam IAIN Langsa).

Editor : M. Syaharuddin

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *