MAA Abdya Prihatin Atas Pudarnya Budaya, Adat dan Istiadat di Bumoe Breuh Sigupai

  • Whatsapp

ABDYA, BEDAHNEWS.com – Budaya, adat dan istiadat yang merupakan warisan leluhur dan identitas masyarakat Aceh kini semakin terancam punah di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) yang dikenal dengan julukan Bumoe Breuh Sigupai. Hal ini disampaikan oleh lembaga Majelis Adat Aceh (MAA) yang berperan sebagai pengurus dan penjaga budaya, adat dan istiadat di daerah tersebut.

Menurut Ketua MAA Abdya T. Cut Amri, budaya, adat dan istiadat di Bumoe Breuh Sigupai adalah harta karun yang harus dijaga dan dilestarikan. Namun sayangnya, perkembangan zaman dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk menghormati syariat Islam yang berlaku di Aceh telah membuat budaya, adat dan istiadat semakin pudar dan terlupakan.

Muat Lebih

“Budaya, adat dan istiadat di Bumoe Breuh Sigupai ini adalah harta karun yang harus kita pelihara dan wariskan. Namun sayangnya, semakin hari semakin pudar dan terabaikan,” kata T. Cut Amri kepada awak media di ruang kerjanya, pada Selasa (5/12/2023).

T. Cut Amri juga menyampaikan peribahasa dalam bahasa Aceh untuk menggambarkan nasib MAA sebagai lembaga yang bertanggung jawab mengurus dan menjaga budaya, adat dan istiadat. “MAA Ibarat Siseue’ Diateh Bate, Hudep Handitem Mate Pih Hana Tente,” artinya, MAA ibarat lumut di atas batu, hidup tak mau, mati pun tak tentu,” ujarnya.

Ia berharap pemerintah daerah dan Dewan perwakilan rakyat dapat memberikan perhatian dan dukungan yang lebih besar kepada MAA agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Salah satunya adalah dengan menganggarkan dana yang cukup untuk MAA, sehingga dapat melakukan pembinaan dan sosialisasi budaya, adat dan istiadat di setiap desa secara berkala.

“Dengan dana yang cukup, kami dapat membuat program-program yang bermanfaat untuk melestarikan budaya, adat dan istiadat yang ada di Abdya ini. Kami tidak ingin melihat budaya, adat dan istiadat ini lenyap dimakan zaman dan tidak sesuai dengan tatanan syariat Islam,” ucapnya.

Lebih lanjut T. Cut Amri juga mendukung salah satu gagasan dari Imum Mumkim Setia yang memprogramkan tentang pembinaan pelestarian kebudayaan adat dan istiadat, selain Keuchik dan Tuha peut dan para kadus – kadus, contohnya seperti pemulangan ranup tunangan yang di ikat dengan perjanjian antara pihak laki-laki dan perempuan, dan serta antar linto baroe.

“Program Imum mukim setia itu adalah satu contoh yang patut dilestarikan di desa-desa, karena di era zaman sekarang budaya seperti itu sudah hilang, kalau mengenai adat ada tapi syariatnya yang hilang,” tutupnya.

Laporan : Fitria Maisir

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *