Jurnalis – Zubir
Bireuen,BEDAHNEWS.com – Anggota DPRK Bireuen dari Partai Demokrat Zulfikar, SE. MM kecam pernyataan dan menyesalkan pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang memicu kegaduhan bagi kalangan umat Islam.
Kegaduhan itu terjadi setelah Yaqut mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushala.
Tak hanya itu, yang lebih menyakitkan umat muslim ketika Menag Yaqut membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing, meskipun perbandingan itu hanya sebagai tamsilan Yaqut.
“Ini pernyataan yang sangat menyakitkan perasaan umat Islam, apalagi itu disampaikan oleh seorang menteri yang seharusnya menjadi pengayom bagi semua agama, ini sangat tidak pantas,” ungkap Zulfikar.
Zulfikar yang juga anggota DPRK Bireuen ini menjelaskan bahwa suara azan merupakan penggilan Allah yang paling mulia dan sempurna, sangat tidak pantas dan tidak layak dianalogikan dengan gonggangan anjing.
Seharusnya Yaqut sebagai seorang penjabat negara tak menggunakan analogi suara azan dengan gonggongan anjing karena perumpamaan tersebut tidak etis digunakan.
“Karena itu kami minta pola komunikasi Menag sebagai pejabat negara harus dievaluasi, jangan memberikan contoh atau perumpamaan yang justru menimbulkan kegaduhan,” tegasnya.
Persoalan suara azan melalui toa masjid dan mushala biar diurus oleh Badan Kemakmuran Masjid (BKM) dan ormas Islam saja, tidak perlu diurus oleh seorang menteri.
Karena itu, Zulfikar mendesak Menag Yaqut mencabut SE Menag Nomor 5 tahun 2022 dicabut sebab sudah menimbulkan kegaduhan di kalangan umat, apalagi sampai membandingkan suara azan dengan ganggongan anjing, hewan yang diharamkan dalam Islam.
“Kami menerima banyak masukan dari para alim ulama, tokoh masyarakat, dan kalangan ormas yang mendesak agar SE Menag Nomor 5 tahun 2022 dicabut sebab sudah menimbulkan kegaduhan di kalangan ummat,” kata Zulfikar lagi.
Menurutnya, surat edaran tersebut tidak sesuai dengan local wisdom atau kearifan lokal di beberapa daerah di Indonesia khususnya untuk wilayah Aceh dan provinsi Aceh.
Zulfikar mengatakan Aceh melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh memiliki kekhususan dalam pelaksanaan syariat Islam, termasuk dengan pengeras suara untuk kumandang azan dan lainnya merupakan bagian dari syiar Islam.
Apalagi di seluruh Aceh toleransi antar ummat beragama berjalan dengan sangat baik dan tidak pernah ada konflik agama.
“Sebagai salah seorang unsur Forkopimda Kota yang berkomunikasi dengan FKUB, saya sangat paham bahwa di Aceh toleransi antar umat beragama sangat baik,” katanya. “Belum pernah warga non muslim yang komplain dengan kumandang suara azan.
Jadi di Aceh tidak ada yang merasa terganggu atau terusik kenyamanannya di Aceh dengan pengeras suara tersebut,” tambahnya.











