BANDA ACEH, BEDAHNEWS.com – Untuk membantu meringankan kebutuhan masyarakat Aceh Besar terhadap bawang merah, Kanwil Bea Cukai Aceh bersinergi dengan Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Banda Aceh, Kepolisian Daerah (Polda) Aceh, Polisi Militer Daerah Militer Kodam Iskandar Muda (Pomdam IM) dan Perwakilan Kementerian Keuangan di Provinsi Aceh, yang terdiri dari Kanwil Pajak Aceh, Kanwil Perbendaharaan Aceh dan Kanwil Direktorat Kekayaan Negara (DJKN) Aceh menghibahkan 7 (tujuh) ton bawang merah eks impor, Kamis (18/3/2021).
Kegiatan hibah oleh Kanwil Bea Cukai Aceh ini merupakan kegiatan gabungan bersama Bea Cukai Lhokseumawe yang juga melaksanakan hibah bawang merah di Kantor Bea Cukai Lhokseumawe kepada Pemerintah Aceh Utara, sehingga total bawang merah yang dihibahkan sebanyak 17 (tujuh belas) ton.

Kronologi kegiatan penggagalan terhadap tindak penyelundupan bawang merah tersebut diawali dari informasi masyarakat bahwa akan adanya pemasukan bawang merah ilegal, sehingga dibentuklah tim pengawasan laut dari Kanwil Bea Cukai Aceh bersama Ditpolairud Polda Aceh, serta tim darat dari Bea Cukai Lhokseumawe bersama Denpom IM/1 Lhokseumawe.
Pada Senin, (08/03/2021) tim gabungan menemukan bawang merah ilegal di dalam kapal KM Fortuner GT.45 nomor 385/QQM yang ditinggalkan ABK-nya di TPI Desa Kuala Cangkoi, Kecamatan Lapang, Kabupaten Aceh Utara.
Selanjutnya tim juga menemukan 2 (dua) unit truk colt diesel dan 1 (satu) unit mobil pick up yang terparkir tidak jauh dari lokasi TPI tersebut dengan kondisi sudah ditinggalkan oleh pemiliknya serta bermuatan bawang merah ilegal yang diduga merupakan hasil bongkaran dari kapal KM Fortuner GT.45 nomor 385/QQM tersebut.
17 (tujuh belas) ton bawang merah dengan perkiraan nilai barang sebesar Rp 525.600.000,00 (lima ratus dua puluh lima enam ratus ribu rupiah) dan potensi kerugian negara sebesar Rp 215.496.000 (dua ratus lima belas juta empat ratus sembilan puluh enam ribu rupiah).
Tujuh belas ton bawang merah yang dihibahkan tersebut telah mendapat Persetujuan Hibah melalui surat Kakanwil DJKN Aceh nomor S-77/WKN.01/2021 dan S-78/WKN.01/2021, serta Surat Kepala KPKNL Lhokseumawe nomor S-28/MK.6/WKN.01/KNL.02/2021 serta telah dinyatakan Bebas OPTK (Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina) dari Karantina Pertanian sesuai Hasil Pengujian nomor 074/K.41/D/I/KT/03/2021.
Sanksi hukum atas pelaku tindak pidana penyelundupan barang impor diatur dalam Pasal 102 huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, yaitu: “Setiap orang yang mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifes dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
Dengan adanya sanksi hukum ini, diharapkan pelaku usaha maupun masyarakat tidak melakukan tindakan penyelundupan atau membeli bahkan menjadi kurir atas barang hasil penyelundupan sebagai bentuk partisipasi warga negara untuk berupaya melindungi petani bawang, melindungi masyarakat dan lingkungannya dari penyakit yang diakibatkan adanya importasi tumbuhan, hewan, dan produk turunannya serta berpartipasi dalam meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan mendongkrak penerimaan negara melalui sektor bea masuk dan pajak.
Hal ini sejalan dengan fungsi Bea Cukai sebagai community protector, trade fasilitator, industrial assistance, dan revenue collector untuk membantu Indonesia menyukseskan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui Kementerian Keuangan Tepercaya dan Bea Cukai Makin Baik.